A.
FERDINAND DE SAUSSURE " ALIRAN STRUKTURAL"
Aliran struktural muncul pada
awal abad ke XX atau tepatnya tahun 1916. tahun tersebut menjadi tahun
monumental lahirnya aliran struktural, sebab pada tahun itu terbit sebuah buku
berjudul ”Course de Linguistique Generale” karya Saussure yang berisi
pokok-pokok teori struktural yang jua sebagai pokok-pokok pikiran linguistik
modern. Ferdinand de Saussure yang dikenal sebagai bapak strukturalisme,
walaupun bukan orang pertama yang mengungkap strukturalisme. Membaca pemikiran
Saussure tentang strukturalisme, seolah-olah kita diajak untuk berdialog
sistemik yang dapat mengantarkan kita pada wilayah linguistik dan gramatikal.
Mengingat, landasan filosofis yang digagas Saussure lebih menekankan pada aspek
kajian bahasa yang merupakan nilai filosofis terpenting dalam memahami arus
strukturalisme. Dalam pandangan Steven Best dan
Douglas Kellner, strukturalisme merupakan konsep-konsep struktural linguistik dalam sains manusia yang mereka gunakan untuk merekonstruksi dasar yang lebih mapan. Levis-Strauss, misalnya, menerapkan analisis linguistik terhadap kajian sosial mitologi, sistem kekeluargaan dan fenomena antropologis, sedangkan Lacan mengembangkan psikoanalisa struktural dan Althusser mengembangkan Marxisme struktural. Itulah sebabnya, kenapa strukturalis diatur oleh kode dan aturan-aturan yang tak sadar, seperti ketuika bahasa membentuk makna melalui serangkaian oposisi biner yang berbeda-beda, atau ketika mitologi mengatur prilaku makna dan teks menurut sistem atau aturan kode.Selain sebagai bapak strukturalisme, Saussure juga sebagai bapak linguistik yang memiliki sikap concern terhadap landasan filosofis sebuah bahasa. Ia yang pertama kali merumuskan secara sistematis cara mengalisa bahasa untuk memahami sistem tanda atau simbol dengan menggunakan analisis struktural dalam kehidupan masyarakat. Maka, tak heran kalau Saussure mengatakan bahwa linguistik adalah ilmu yang mandiri, karena bahan penelitiannya menggunakan bahasa yang bersifat otonom. Bahasa, menurut Saussure, adalah sistem tanda yang paling lengkap karena mengungkapkan gagasan struktural yang terungkap dalam sistem tanda dan simbol tersebut. Dengan demikian, bahasa hanyalah penting dalam sistem interdisipliner yang tercakup pada wilayah nilai dan makna sehingga memperkuat landasan filosofis yang kita analisis. Kajin Saussure memang tak lepas dari aspek linguistik, sehingga analisis strukturalisme yang digagasnya mempunyai relevansi dengan sistem tanda maupun bahasa. Itulah kenapa, strukturalisme berupaya mengisolasi struktur umum aktivitas manusia dengan mengaplikasikan analogi pertamanya dalam bidang linguistik. Seperti yang kita ketahui, bahwa lingiustik struktural melakukan empat perubahan dasar. Pertama, linguistik struktural bergeser dari kajian fenomena linguistik sadar ke kajian infratuktur tak sadarnya. Kedua, linguistik struktural tidak melihat pengertian sebagai entitas independen, dan menempatkan hubungan antar pengertian sebagai landasan analisisnya. Ketiga, linguistik struktural memperkenalkan konsep sistem. Keempat, berusaha menemukan sistem hukum umum.Walaupun melakukan perubahan secara mendasar, strukturalisme yang digagas Saussure banyak mendapatkan kritik pedas dari berbagai filosofis yang kompeten dalam bidang strukturalisme. Salah satunya adalah Derrida yang secara tegas mengkritik landasan filosofis strukturalisme Saussure. Pertama, ia meragukan kemungkinan hukum umum. Kedua, ia mempertanyakan oposisi antara subjek dan objek, yang menjadi dasar diskripsi yang objektif. Menurut Derrida, diskripsi objek tidak dapat dilepaskan dari pola hasrat subjek. Ketiga, ia mempertanyakan struktur oposisi biner. Ia mengajak kita untuk memahami oposisi bukan dalam pengertian lain, tetapi harus didasarkan pada pemahaman yang holistik mengenai persamaan yang seimbang, sehingga tidak terjadi pertentangan gagasan yang hanya akan melahirkan kejumudan dalam ranah filsafat. Namun demikian, kita harus yakin bahwa tujuan seluruh aktivitas strukturalis, dalam bidang pemikiran maupun bahasa adalah untuk membentuk kembali sebuah objek dan melalui proses ini, juga akan diperkenalkan aturan-aturan fungsi dari objek tersebut. Sehingga, strukturalisme secara efektif merupakan kesan objek (simulacrum) yang menghasilkan sesuatu yang bisa dilihat atau bahkan tidak menghasilkan ketidakjelasan dalam objek natural. Dalam konteks inilah, strukturalisme menekankan pada penurunan subjektivitas dan makna yanng berbeda dengan keutamaan sistem simbol, ketidaksadaran, dan hubungan sosial. Dalam model ini, makna bukan merupakan ciptaan dan tujuan subjek otonom transparan yang dibentuk melalui hubungan dalam bahasa, sehingga subjektivitas dilihat dalam konteks konstruksi sosial dan linguistik. Itulah sebabnya, kenapa parole atau kegunaan khusus bahasa oleh subjek-subjek individual ditentukan oleh langue, atau sistem bahasa itu sendiri.Analisis strukturalis baru dalam beberapa hal meruapakan produk perubahan linguistik yang berakar dari teori semiotika Saussure. Ia berpendapat bahwa bahasa dapat dianalisa dalam hal hukum operasi terakhirnya, tanpa mengacu pada sifat dan evolusi historisnya, sehingga Saussure menginterpretasikan tanda linguistik (linguistic sign) sebagai sesuatu yang terbentuk dari dua bagian yang terkait secara integral atau sebuah komponen akuistik-visual, tanda dan komponen konseptual, dan petanda (signified). Maka tak berlebihan, kalau Saussure menekankan dua sifat bahasa yang merupakan nilai terpenting dalam memahami perkembangan teori kontemporer. Pertama, dia melihat tanda linguistik bersifat arbiter, yaitu tidak ada hubungan alamiah antara tanda dan penanda. Kedua, dia menekankan bahwa tanda merupakan sesuatu yang berbeda, yaitu sistem makna telah memperoleh signifikansinya. Karena di dalam bahasa, hanya terdapat perbedaan-perbedaan "tanpa term-term positif".Berangkat dari analisis strukturalisme di atas, gagasan yang paling mendasar dari Saussure tentang strukturalisme adalah sebagai berikut. Pertama, diakronis dan sinkronis. Yaitu, suatu bidang ilmu yang tidak hanya dapat dilakukan menurut perkembangannya, melainkan juga melalui struktur yang se zaman. Kedua, langue-parole. Langue adalah penelitian bahasa yang mengandung kaidah-kaidah dan telah menjadi konvensi. Sementara parole adalah penelitian terhadap ujaran yang dihasilkan secara individual. Ketiga, sintagmatik dan paradikmatik (asosiatif). Sintagmatik adalah hubungan antara unsur yang hadir dan yang tidak hadir, dan dapat saling menggantikan karena bersifat asosiatif (sistem). Keempat, penanda dan petanda. Saussure menampilkan tiga istilah dalam teori ini, yaitu tanda bahasa (sign), penanda (signifier), dan petanda (signified). Menurutnya, setiap tanda bahasa mempunyai dua sisi yang tak terpisahkan, karena masing-masing saling membutuhkan. Dengan demikian, gagasan strukturalisme Saussure lebih menekankan pada aspek linguistik yang berupa bahasa, sistem tanda, simbol, maupun kode dalam bahasa itu sendiri. Sehingga tak heran, kalau Saussure dikenal sebagai bapak linguistik yang sangat kompeten dalam menganalisis makna dibalik teks bahasa maupun simbol-simbol yang melatar belakanginya.
Douglas Kellner, strukturalisme merupakan konsep-konsep struktural linguistik dalam sains manusia yang mereka gunakan untuk merekonstruksi dasar yang lebih mapan. Levis-Strauss, misalnya, menerapkan analisis linguistik terhadap kajian sosial mitologi, sistem kekeluargaan dan fenomena antropologis, sedangkan Lacan mengembangkan psikoanalisa struktural dan Althusser mengembangkan Marxisme struktural. Itulah sebabnya, kenapa strukturalis diatur oleh kode dan aturan-aturan yang tak sadar, seperti ketuika bahasa membentuk makna melalui serangkaian oposisi biner yang berbeda-beda, atau ketika mitologi mengatur prilaku makna dan teks menurut sistem atau aturan kode.Selain sebagai bapak strukturalisme, Saussure juga sebagai bapak linguistik yang memiliki sikap concern terhadap landasan filosofis sebuah bahasa. Ia yang pertama kali merumuskan secara sistematis cara mengalisa bahasa untuk memahami sistem tanda atau simbol dengan menggunakan analisis struktural dalam kehidupan masyarakat. Maka, tak heran kalau Saussure mengatakan bahwa linguistik adalah ilmu yang mandiri, karena bahan penelitiannya menggunakan bahasa yang bersifat otonom. Bahasa, menurut Saussure, adalah sistem tanda yang paling lengkap karena mengungkapkan gagasan struktural yang terungkap dalam sistem tanda dan simbol tersebut. Dengan demikian, bahasa hanyalah penting dalam sistem interdisipliner yang tercakup pada wilayah nilai dan makna sehingga memperkuat landasan filosofis yang kita analisis. Kajin Saussure memang tak lepas dari aspek linguistik, sehingga analisis strukturalisme yang digagasnya mempunyai relevansi dengan sistem tanda maupun bahasa. Itulah kenapa, strukturalisme berupaya mengisolasi struktur umum aktivitas manusia dengan mengaplikasikan analogi pertamanya dalam bidang linguistik. Seperti yang kita ketahui, bahwa lingiustik struktural melakukan empat perubahan dasar. Pertama, linguistik struktural bergeser dari kajian fenomena linguistik sadar ke kajian infratuktur tak sadarnya. Kedua, linguistik struktural tidak melihat pengertian sebagai entitas independen, dan menempatkan hubungan antar pengertian sebagai landasan analisisnya. Ketiga, linguistik struktural memperkenalkan konsep sistem. Keempat, berusaha menemukan sistem hukum umum.Walaupun melakukan perubahan secara mendasar, strukturalisme yang digagas Saussure banyak mendapatkan kritik pedas dari berbagai filosofis yang kompeten dalam bidang strukturalisme. Salah satunya adalah Derrida yang secara tegas mengkritik landasan filosofis strukturalisme Saussure. Pertama, ia meragukan kemungkinan hukum umum. Kedua, ia mempertanyakan oposisi antara subjek dan objek, yang menjadi dasar diskripsi yang objektif. Menurut Derrida, diskripsi objek tidak dapat dilepaskan dari pola hasrat subjek. Ketiga, ia mempertanyakan struktur oposisi biner. Ia mengajak kita untuk memahami oposisi bukan dalam pengertian lain, tetapi harus didasarkan pada pemahaman yang holistik mengenai persamaan yang seimbang, sehingga tidak terjadi pertentangan gagasan yang hanya akan melahirkan kejumudan dalam ranah filsafat. Namun demikian, kita harus yakin bahwa tujuan seluruh aktivitas strukturalis, dalam bidang pemikiran maupun bahasa adalah untuk membentuk kembali sebuah objek dan melalui proses ini, juga akan diperkenalkan aturan-aturan fungsi dari objek tersebut. Sehingga, strukturalisme secara efektif merupakan kesan objek (simulacrum) yang menghasilkan sesuatu yang bisa dilihat atau bahkan tidak menghasilkan ketidakjelasan dalam objek natural. Dalam konteks inilah, strukturalisme menekankan pada penurunan subjektivitas dan makna yanng berbeda dengan keutamaan sistem simbol, ketidaksadaran, dan hubungan sosial. Dalam model ini, makna bukan merupakan ciptaan dan tujuan subjek otonom transparan yang dibentuk melalui hubungan dalam bahasa, sehingga subjektivitas dilihat dalam konteks konstruksi sosial dan linguistik. Itulah sebabnya, kenapa parole atau kegunaan khusus bahasa oleh subjek-subjek individual ditentukan oleh langue, atau sistem bahasa itu sendiri.Analisis strukturalis baru dalam beberapa hal meruapakan produk perubahan linguistik yang berakar dari teori semiotika Saussure. Ia berpendapat bahwa bahasa dapat dianalisa dalam hal hukum operasi terakhirnya, tanpa mengacu pada sifat dan evolusi historisnya, sehingga Saussure menginterpretasikan tanda linguistik (linguistic sign) sebagai sesuatu yang terbentuk dari dua bagian yang terkait secara integral atau sebuah komponen akuistik-visual, tanda dan komponen konseptual, dan petanda (signified). Maka tak berlebihan, kalau Saussure menekankan dua sifat bahasa yang merupakan nilai terpenting dalam memahami perkembangan teori kontemporer. Pertama, dia melihat tanda linguistik bersifat arbiter, yaitu tidak ada hubungan alamiah antara tanda dan penanda. Kedua, dia menekankan bahwa tanda merupakan sesuatu yang berbeda, yaitu sistem makna telah memperoleh signifikansinya. Karena di dalam bahasa, hanya terdapat perbedaan-perbedaan "tanpa term-term positif".Berangkat dari analisis strukturalisme di atas, gagasan yang paling mendasar dari Saussure tentang strukturalisme adalah sebagai berikut. Pertama, diakronis dan sinkronis. Yaitu, suatu bidang ilmu yang tidak hanya dapat dilakukan menurut perkembangannya, melainkan juga melalui struktur yang se zaman. Kedua, langue-parole. Langue adalah penelitian bahasa yang mengandung kaidah-kaidah dan telah menjadi konvensi. Sementara parole adalah penelitian terhadap ujaran yang dihasilkan secara individual. Ketiga, sintagmatik dan paradikmatik (asosiatif). Sintagmatik adalah hubungan antara unsur yang hadir dan yang tidak hadir, dan dapat saling menggantikan karena bersifat asosiatif (sistem). Keempat, penanda dan petanda. Saussure menampilkan tiga istilah dalam teori ini, yaitu tanda bahasa (sign), penanda (signifier), dan petanda (signified). Menurutnya, setiap tanda bahasa mempunyai dua sisi yang tak terpisahkan, karena masing-masing saling membutuhkan. Dengan demikian, gagasan strukturalisme Saussure lebih menekankan pada aspek linguistik yang berupa bahasa, sistem tanda, simbol, maupun kode dalam bahasa itu sendiri. Sehingga tak heran, kalau Saussure dikenal sebagai bapak linguistik yang sangat kompeten dalam menganalisis makna dibalik teks bahasa maupun simbol-simbol yang melatar belakanginya.
Teori ini berlandaskan pola pikir behaviouristik. Aliran ini lahir pada awal
abad XX yaitu pada tahun 1916. aliran ini lahir bersamaan dengan lahirnya buku ”Course
de linguistique Generale” karya Saussure yang juga merupakan pelopor aliran
ini. Ia dikenal sebaga Bapak Strukturalisme dan sekaligus Bapak Linguistik
Modern. Tokoh-tokoh yang merupakan penganut teori ini adalah : Bally,
Sachahaye, E. Nida, L. Bloomfield, Hockett, Gleason, Bloch, G.L. Trager,
Lado, Hausen, Harris, Fries, Sapir, Trubetzkoy, Mackey, jacobson, Joos, Wells,
Nelson.
Ciri-Ciri Aliran Struktural
1.
Berlandaskan pada faham
behaviourisme
Proses berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap (stimulus-response).
2.
Bahasa berupa ujaran.
Ciri ini menunjukka bahwa hanya ujaran saja yang termasuk
dalam bahasa . dalam pengajaran bahasa teori struktural melahirkan metode
langsung dengan pendekatan oral. Tulisan statusnya sejajar dengan gersture.
3. Bahasa merupakan
sistem tanda (signifie dan signifiant) yang arbitrer dan konvensional.
Berkaitan
dengan ciri tanda, bahasa pada dasarnya merupakan paduan dua unsur yaitu
signifie dan signifiant. Signifie adalah unsur bahasa yang berada di
balik tanda yang berupa konsep di balik sang penutur atau disebut juga makna.
Sedangkan signifiant adalah wujud fisik atau hanya yang berupa bunyi ujar.
4.
Bahasa merupakan kebiasaan (habit)
Berdasarkan sistem habit, pengajaran bahasa diterapkan
metode drill and practice yakni suatu bentuk latihan yang terus menerus dan
berulang-ulang sehingga membentuk kebiasaan.
5.
Kegramatikalan berdasarkan
keumuman.
6.
Level-level gramatikal ditegakkan
secara rapi.
Level gramatikal mulai ditegakkan dari level terendah
yaitu morfem sampai level tertinggi berupa kalimat. Urutan tataran
gramatikalnya adalah morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat. Tataran di atas
kalimat belum terjangkau oleh aliran ini.
7. Analisis dimulai dari bidang morfologi.
8. Bahasa merupakan
deret sintakmatik dan paradigmatik
9.
Analisis bahasa secara deskriptif.
10. Analisis struktur bahasa berdasarkan unsur langsung.
Unsur langsung adalah unsur yang secara langsung
membentuk struktur tersebut. Ada
empat model analisis unsur langsung yaitu model Nida, model Hockett, model
Nelson, dan model Wells.
Keunggulan Aliran Struktural
(a) Aliran ini sukses
membedakan konsep grafem dan fonem.
(b)
Metode drill and practice
membentuk keterampilan berbahasa berdasarkan kebiasaan
(c) Kriteria
kegramatikalan berdasarkan keumuman sehingga mudah diterima masyrakat awam.
(d) Level kegramatikalan
mulai rapi mulai dari morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat.
(e) Berpijak pada fakta,
tidak mereka-reka data.
Kelemahan Aliran Struktural
(a) Bidang morfologi dan
sintaksis dipisahkan secara tegas.
(b)
Metode drill and practice sangat
memerlukan ketekunan, kesabaran, dang sangat menjemukan.
(c)
Proses berbahasa merupakan proses
rangsang-tanggap berlangsung secara fisis dan mekanis padahal manusia bukan
mesin.
(d) Kegramatikalan
berdasarkan kriteria keumuman , suatu kaidah yang salah pun bisa benar jika
dianggap umum.
(e) Faktor historis sama
sekali tidak diperhitungkan dalam analisis bahasa.
(f)
Objek kajian terbatas sampai level kalimat, tidak
menyentuh aspek komunikatif.
0 komentar:
Posting Komentar