Penelitian Sel Induk Embrional di
Jerman
Jerman saat ini boleh dikatakan
tertinggal dalam penelitian sel induk, akibat ganjalan undang-undang yang amat
ketat. Para peneliti Jerman mengharapkan adanya pelonggaran
peraturan untuk mendorong penelitian di bidang rekayasa sel induk
embrional.
Pemerintah Jerman tetap berpegang
pada aturan ketat penelitian sel induk. Alasannya, penelitian dengan embrio
manusia tidak boleh melanggar etika. Sebab penelitian dengan memanfaatkan sel
telur yang sudah dibuahi dianggap merupakan rekayasa terhadap embrio manusia.
Undang-undang Jerman menetapkan perlindunganan embrio mulai hari pertama
pembuahan. Jadi membunuh embrio pada stadium dini merupakan perbuatan
terlarang. Para peneliti Jerman memang diperbolehkan melakukan penelitian sel
induk, namun dengan syarat ketat. Yakni dengan embrio stadium dini yang berasal
dari luar negeri, dan diimpor sebelum tanggal 1 Januari 2002.
Hal ini bertujuan mencegah
pembunuhan embrio dalam jumlah besar karena permintaan yang terus meningkat.
Para peneliti rekayasa genetika di Jerman menuntut parlemen melonggarkan aturan
ketat tersebut. Mereka meminta izin import sel induk yang dibuahi sebelum
tanggal 1 Mei 2007. Sejauh ini para peneliti rekayasa genetika Jerman harus
bekerja dengan embrio yang tergolong sudah terlalu tua.
Misalnya di rumah sakit Virchow di
Berlin pimpinan penelitian bioteknologi Dr. Katrin Zeilinger dan pakar
bioteknologi Harald Stachelscheid harus memanfaatkan sel induk manusia dalam
jumlah dan jenis terbatas untuk penelitian di laboratoriumnya di ruang
bawah tanah rumah sakit bersangkutan. Di sejumlah lemari pembiak di laboratorium
bedah eksperimental di rumah sakit Virchow Berlin, sejumlah sel induk embrional
berkembang biak dalam suhu ideal 37 derajat Celsius. Rekaman yang dibuat
menggunakan mikroskop menunjukkan pembelahan sel dan ekspansinya dengan cepat. Pimpinan
penelitian bioteknologi di rumah sakit Virchow Berlin Dr. Katrin
Zeillinger menjelaskan: ”Di sini contoh pembagian sel dan di sini juga. Di
sini terjadi pemisahan. Dan di sini juga terjadi pembelahan sel.”
Para peneliti di rumah sakit Virchow
di Berlin hendak merekayasa pembentukan sel hati dari himpunan sel induk yang
terus melakukan pembelahan diri tersebut. Penelitian untuk merekayasa
pembentukan sel hati itu sudah dilakukan sejak beberapa tahun. Instalasi inti
untuk rekayasa sel induk itu adalah bioreaktor yang besarnya seukuran sebuah
televisi. Bioreaktor ini pada intinya adalah konstruksi dari saluran-saluran
kapiler artifisial dan sel hati alami.
Bioreaktor terdiri dari tiga
jaringan sistem pembuluh kapiler artifisial yang saling berhubungan. Melalui
dua jaringan pembuluh kapiler sel itu mendapat pasokan bahan makanan, dan
melalui sistem kapiler yang satunya lagi mendapat pasokan oksigen. Selnya
sendiri ditempatkan di dalam bioreaktor diantara sistem jaringan pembuluh
kapiler artifisial tersebut. Di sana selnya dikembangbiakkan. Melalui pori-pori
di jaringan kapiler, sel induk diberi makanan, faktor pemicu pertumbuhan dan
oksigen. Bioreaktor yang dikembangkan di rumah sakit Virchow di Berlin itu
sudah diujicoba dan terbukti dapat menyelamatkan hidup seorang pasien yang
menunggu pencangkokan hati.
Masalah
yang masih dihadapi tim peneliti di Berlin itu adalah penyediaan sel hati
alami. Untuk sebuah bioreaktor diperlukan minimal 500 gram sel hati. Mula-mula
para peneliti memanfaatkan hati babi, seperti yang lazim digunakan dalam metode
kedokteran selama ini. Akan tetapi bahaya infeksinya terlalu besar, kata Dr.
Katrin Zeillinger. Karena itu tim peneliti memanfaatkan jaringan dari donor
hati yang tidak layak untuk pencangkokan langsung pada pasien yang
memerlukannya. Metode itu memang cukup berhasil. Akan tetapi hanya terdapat
sedikit jaringan hati dari donor semacam itu, untuk memenuhi kebutuhan pasien
yang menunggu cangkok hati yang jumlahnya cukup banyak.
Kini para peneliti menggantungkan
harapan pada rekayasa sel induk yang disebut sel segala bisa. Terutama sel
induk embrional dengan pertumbuhannya yang amat cepat. Pimpinan penelitian
bioteknologi di rumah sakit Virchow Berlin, Dr.Katrin Zeillinger menjelaskan:
“Saya bahkan mengatakan, cakupan pemanfaatan sel induk embrional dalam
bioreaktor semacam ini adalah untuk mendukung sementara fungsi organ tubuh.
Karena selnya terpisah dari tubuh pasien oleh sejumlah membran, kita dapat
menutup kemungkinan bahwa selnya dapat masuk ke tubuh pasien dan di sana
berkembang menjadi tipe sel yang tidak diinginkan, bahkan dapat memicu sel
tumor.”
Sel induk
embrional yang dimanfaatkan untuk penelitian di rumah sakit Virchow Berlin itu
berasal dari Swedia. Para peneliti memperoleh izin impor sel induk embrional
itu tahun 2005 lalu. Sel induk embrional dari Swedia berasal dari sisa
pembuahan bayi tabung. Tim peneliti dari Berlin mengimpor satu juta sel
induk embrional, kira-kira volumenya seukuran tabung reaksi kecil. Dari satu
juta sel induk impor dari Swedia dalam waktu hanya sekitar tiga tahun para
peneliti bioteknologi di rumah sakit Virchow mengembangbiakkannya menjadi
milyaran sel. Ini baru penelitian awal, kata pakar bioteknologi Harald
Stachelsdheid.
Ia
mengatakan, “Langkah berikutnya para peneliti hendak melakukan uji
coba dalam bioreaktor untuk mengarahkan perkembangan sel induk pada satu haluan
pembelahan. Dalam kasus ini ke arah pembentukan sel hati. Karena sel hati
merupakan tema utama penelitian kami. Tapi secara teoritis kita dapat
mengembangkannya ke semua arah”.
Para peneliti
menegaskan, tidak akan menciptakan sosok manusia dari sel induk yang memiliki
potensi dapat berkembang menjadi organ apa saja itu. Mereka terutama hanya akan
merekayasa pembentukan organ tubuh. Rahasia pembentukan sel induk menjadi
berbagai organ tubuh, misalnya menjadi sel hati, sel jantung atau sel otak
belum seluruhnya diketahui oleh para peneliti. Namun diakui, sulit
mengembangkan penelitian lebih lanjut, jika para peneliti hanya diizinkan
bekerja dengan jumlah sel induk embrional yang amat terbatas.
Saat ini
para peneliti Jerman harus bekerja dengan sel induk embrional yang rata-rata
sudah berusia 10 tahun. Di kalangan penelitian internasional, sel induk manusia
yang sudah berumur 10 tahun dianggap sudah terlalu tua dan nyaris kadaluwarsa.
Karena itulah para peneliti rekayasa bioteknologi di Jerman melakukan
penelitian gabungan dengan rekayasa sel induk dari tikus percobaan.
Dalam persaingan internasional
Jerman masih terkendala. Perusahaan bioteknologi Swedia yang mengekspor produk
sel induknya ke Jerman, kini sudah mengembangkan lebih dari 30 jenis sel induk.
Aturan di Jerman hanya membolehkan penelitian empat macam sel induk tersebut.
Peneliti sel induk embrional dari Rumah Sakit Virchow Berlin Harald
Stachelscheid mengungkapkan kendala yang dihadapi:”Sebuah rangkaian sel dari
embrio dapat lebih baik berkembang menjadi sel hati, yang lainnya justru
menjadi sel otot jantung. Mengapa begitu sejauh ini belum diketahui dengan
jelas, tapi itu faktanya. Dan jika hendak melakukan pemisahan pada satu arah,
misalnya hendak menciptakan sel hati, tentu saja akan sangat sulit, jika kita
hanya memiliki sel yang cenderung berkembang menjadi jaringan saraf atau sel
otot jantung.”
Sel-sel induk embrional bereaksi
amat sensitif jika tidak mendapatkan persyaratan optimal untuk
perkembangbiakannya. Karena itu di laboratorium penelitian bioteknologi di
rumah sakit Virchow Berlin, kondisinya dipertahankan pada posisi ideal. Dalam
bioreaktor suhu selalu dijaga agar sama dengan suhu tubuh normal manusia sehat,
yakni 37 derajat Celsius. Sementara jaringan pembuluh kapiler artifisial selalu
memberikan makanan, hormon pertumbuhan dan oksigen dalam jumlah yang ditakar
optimal. Pimpinan penelitian rekayasa sel induk di Rumah Sakit Virchow Berlin
Dr.Katrin Zeillinger lebih jauh menjelaskan: “Sasaran kami adalah untuk sejauh
mungkin membuat simulasi lingkungan alamiah sel dalam organ atau embrio. Agar
dengan itu juga fisiologi sel dan struktur jaringan dapat tercapai.“
Sementara berbagai upaya para
peneliti Jerman untuk menyusul ketertinggalan dalam bidang rekayasa
bioteknologi sel induk embrional terus digencarkan, pemerintah dan parlemen
Jerman masih bergulat dengan aturan yang menghambatnya. Tanpa terobosan dalam
bidang hukum dan undang-undang, perkembangan teknologi rekayasa sel induk
manusia di Jerman akan semakin jauh tertinggal. Ironisnya, di sisi lain dunia
kedokteran Jerman justru harus membeli sel induk embrionalnya dari luar negeri.
0 komentar:
Posting Komentar