ung Teknologi Jerman ~ NurSyamSinar A

Rabu, 25 Desember 2013

Teknologi Jerman

Penelitian Sel Induk Embrional di Jerman
Jerman saat ini boleh dikatakan tertinggal dalam penelitian sel induk, akibat ganjalan undang-undang yang amat ketat. Para peneliti Jerman mengharapkan adanya pelonggaran peraturan untuk mendorong penelitian di bidang rekayasa sel induk embrional.
             
Pemerintah Jerman tetap berpegang pada aturan ketat penelitian sel induk. Alasannya, penelitian dengan embrio manusia tidak boleh melanggar etika. Sebab penelitian dengan memanfaatkan sel telur yang sudah dibuahi dianggap merupakan rekayasa terhadap embrio manusia. Undang-undang Jerman menetapkan perlindunganan embrio mulai hari pertama pembuahan. Jadi membunuh embrio pada stadium dini merupakan perbuatan terlarang. Para peneliti Jerman memang diperbolehkan melakukan penelitian sel induk, namun dengan syarat ketat. Yakni dengan embrio stadium dini yang berasal dari luar negeri, dan diimpor sebelum tanggal 1 Januari 2002.
Hal ini bertujuan mencegah pembunuhan embrio dalam jumlah besar karena permintaan yang terus meningkat. Para peneliti rekayasa genetika di Jerman menuntut parlemen melonggarkan aturan ketat tersebut. Mereka meminta izin import sel induk yang dibuahi sebelum tanggal 1 Mei 2007. Sejauh ini para peneliti rekayasa genetika Jerman harus bekerja dengan embrio yang tergolong sudah terlalu tua.
Misalnya di rumah sakit Virchow di Berlin pimpinan penelitian bioteknologi Dr. Katrin Zeilinger dan pakar bioteknologi Harald Stachelscheid harus memanfaatkan sel induk manusia dalam jumlah dan jenis terbatas untuk penelitian di laboratoriumnya di ruang bawah tanah rumah sakit bersangkutan. Di sejumlah lemari pembiak di laboratorium bedah eksperimental di rumah sakit Virchow Berlin, sejumlah sel induk embrional berkembang biak dalam suhu ideal 37 derajat Celsius. Rekaman yang dibuat menggunakan mikroskop menunjukkan pembelahan sel dan ekspansinya dengan cepat. Pimpinan penelitian bioteknologi di rumah sakit Virchow  Berlin Dr. Katrin Zeillinger menjelaskan: ”Di sini contoh pembagian sel dan di sini juga. Di sini terjadi pemisahan. Dan di sini juga terjadi pembelahan sel.”
Para peneliti di rumah sakit Virchow di Berlin hendak merekayasa pembentukan sel hati dari himpunan sel induk yang terus melakukan pembelahan diri tersebut. Penelitian untuk merekayasa pembentukan sel hati itu sudah dilakukan sejak beberapa tahun. Instalasi inti untuk rekayasa sel induk itu adalah bioreaktor yang besarnya seukuran sebuah televisi. Bioreaktor ini pada intinya adalah konstruksi dari saluran-saluran kapiler artifisial dan sel hati alami.
Bioreaktor terdiri dari tiga jaringan sistem pembuluh kapiler artifisial yang saling berhubungan. Melalui dua jaringan pembuluh kapiler sel itu mendapat pasokan bahan makanan, dan melalui sistem kapiler yang satunya lagi mendapat pasokan oksigen. Selnya sendiri ditempatkan di dalam bioreaktor diantara sistem jaringan pembuluh kapiler artifisial tersebut. Di sana selnya dikembangbiakkan. Melalui pori-pori di jaringan kapiler, sel induk diberi makanan, faktor pemicu pertumbuhan dan oksigen. Bioreaktor yang dikembangkan di rumah sakit Virchow di Berlin itu sudah diujicoba dan terbukti dapat menyelamatkan hidup seorang pasien yang menunggu pencangkokan hati.
Masalah yang masih dihadapi tim peneliti di Berlin itu adalah penyediaan sel hati alami. Untuk sebuah bioreaktor diperlukan minimal 500 gram sel hati. Mula-mula para peneliti memanfaatkan hati babi, seperti yang lazim digunakan dalam metode kedokteran selama ini. Akan tetapi bahaya infeksinya terlalu besar, kata Dr. Katrin Zeillinger. Karena itu tim peneliti memanfaatkan jaringan dari donor hati yang tidak layak untuk pencangkokan langsung pada pasien yang memerlukannya. Metode itu memang cukup berhasil. Akan tetapi hanya terdapat sedikit jaringan hati dari donor semacam itu, untuk memenuhi kebutuhan pasien yang menunggu cangkok hati yang jumlahnya cukup banyak.
Kini para peneliti menggantungkan harapan pada rekayasa sel induk yang disebut sel segala bisa. Terutama sel induk embrional dengan pertumbuhannya yang amat cepat. Pimpinan penelitian bioteknologi di rumah sakit Virchow Berlin, Dr.Katrin Zeillinger menjelaskan: “Saya bahkan mengatakan, cakupan pemanfaatan sel induk embrional dalam bioreaktor semacam ini adalah untuk mendukung sementara fungsi organ tubuh. Karena selnya terpisah dari tubuh pasien oleh sejumlah membran, kita dapat menutup kemungkinan bahwa selnya dapat masuk ke tubuh pasien dan di sana berkembang menjadi tipe sel yang tidak diinginkan, bahkan dapat memicu sel tumor.”
Sel induk embrional yang dimanfaatkan untuk penelitian di rumah sakit Virchow Berlin itu berasal dari Swedia. Para peneliti memperoleh izin impor sel induk embrional itu tahun 2005 lalu. Sel induk embrional dari Swedia berasal dari sisa pembuahan bayi tabung. Tim peneliti dari Berlin  mengimpor satu juta sel induk embrional, kira-kira volumenya seukuran tabung reaksi kecil. Dari satu juta sel induk impor dari Swedia dalam waktu hanya sekitar tiga tahun para peneliti bioteknologi di rumah sakit Virchow mengembangbiakkannya menjadi milyaran sel. Ini baru penelitian awal, kata pakar bioteknologi Harald Stachelsdheid.
Ia mengatakan, “Langkah berikutnya para peneliti hendak melakukan uji coba dalam bioreaktor untuk mengarahkan perkembangan sel induk pada satu haluan pembelahan. Dalam kasus ini ke arah pembentukan sel hati. Karena sel hati merupakan tema utama penelitian kami. Tapi secara teoritis kita dapat mengembangkannya ke semua arah”.
Para peneliti menegaskan, tidak akan menciptakan sosok manusia dari sel induk yang memiliki potensi dapat berkembang menjadi organ apa saja itu. Mereka terutama hanya akan merekayasa pembentukan organ tubuh. Rahasia pembentukan sel induk menjadi berbagai organ tubuh, misalnya menjadi sel hati, sel jantung atau sel otak belum seluruhnya diketahui oleh para peneliti. Namun diakui, sulit mengembangkan penelitian lebih lanjut, jika para peneliti hanya diizinkan bekerja dengan jumlah sel induk embrional yang amat terbatas.
Saat ini para peneliti Jerman harus bekerja dengan sel induk embrional yang rata-rata sudah berusia 10 tahun. Di kalangan penelitian internasional, sel induk manusia yang sudah berumur 10 tahun dianggap sudah terlalu tua dan nyaris kadaluwarsa. Karena itulah para peneliti rekayasa bioteknologi di Jerman melakukan penelitian gabungan dengan rekayasa sel induk dari tikus percobaan.
Dalam persaingan internasional Jerman masih terkendala. Perusahaan bioteknologi Swedia yang mengekspor produk sel induknya ke Jerman, kini sudah mengembangkan lebih dari 30 jenis sel induk. Aturan di Jerman hanya membolehkan penelitian empat macam sel induk tersebut. Peneliti sel induk embrional dari Rumah Sakit Virchow Berlin Harald Stachelscheid mengungkapkan kendala yang dihadapi:”Sebuah rangkaian sel dari embrio dapat lebih baik berkembang menjadi sel hati, yang lainnya justru menjadi sel otot jantung. Mengapa begitu sejauh ini belum diketahui dengan jelas, tapi itu faktanya. Dan jika hendak melakukan pemisahan pada satu arah, misalnya hendak menciptakan sel hati, tentu saja akan sangat sulit, jika kita hanya memiliki sel yang cenderung berkembang menjadi jaringan saraf atau sel otot jantung.”
Sel-sel induk embrional bereaksi amat sensitif jika tidak mendapatkan persyaratan optimal untuk perkembangbiakannya. Karena itu di laboratorium penelitian bioteknologi di rumah sakit Virchow Berlin, kondisinya dipertahankan pada posisi ideal. Dalam bioreaktor suhu selalu dijaga agar sama dengan suhu tubuh normal manusia sehat, yakni 37 derajat Celsius. Sementara jaringan pembuluh kapiler artifisial selalu memberikan makanan, hormon pertumbuhan dan oksigen dalam jumlah yang ditakar optimal. Pimpinan penelitian rekayasa sel induk di Rumah Sakit Virchow Berlin Dr.Katrin Zeillinger lebih jauh menjelaskan: “Sasaran kami adalah untuk sejauh mungkin membuat simulasi lingkungan alamiah sel dalam organ atau embrio. Agar dengan itu juga fisiologi sel dan struktur jaringan dapat tercapai.“
Sementara berbagai upaya para peneliti Jerman untuk menyusul ketertinggalan dalam bidang rekayasa bioteknologi sel induk embrional terus digencarkan, pemerintah dan parlemen Jerman masih bergulat dengan aturan yang menghambatnya. Tanpa terobosan dalam bidang hukum dan undang-undang, perkembangan teknologi rekayasa sel induk manusia di Jerman akan semakin jauh tertinggal. Ironisnya, di sisi lain dunia kedokteran Jerman justru harus membeli sel induk embrionalnya dari luar negeri.
Sumber : Just another WordPress.com weblog

0 komentar:

Posting Komentar